Tuesday, October 2, 2012

TATA CARA ILMU SANGKAN PARAN

TOTO CORO ILMU SANGKAN PARANING DUMADI
“Ingsun tojalining Dzat Kang Maha Suci, Kang murba amasesa, Kang kuwasa Angandika Kun Fayakun mandi sakucapingsun, dadi saksiptaningsun, katurutan sakarsaningsun, kasembadan saksedyaningsun karana saka Kodratingsun. Ingsun Dzating manungsa sejati, saiki eling besuk ya eling. Saningmaya araning Muhamad , Sirkumaya araningsun, Sir Dzat dadi sak sirku, yaiku sejatining manungsa, urip tan kena ing pati,langgeng tan keno owah gingsir ing kahanan jati, ing donya tumeka jagad langgeng. Ingsun mertobat lan nalangsa marang Dzat ingsun dewe, regede badaningsun, gorohe atiningsun, laline uripingsun, salahe panggaweningsun, ing salawas lawase dosaningsun kabeh sampurna saka kodratingsun.”
“Ilmu iku kalakone kanthi laku”: ilmu itu terlaksana karena dilakukan di dalam perbuatan yang nyata. Dalam konteks khasanah falsafah Jawa, kata “ngelmu” menunjuk pada ajaran hidup menuju kesempurnaan diri pribadi. Ajaran itu teori dan teori tidak akan membawa manfaat apa-apa bila tidak dipkraktekkan dalam hidup sehari-hari.
Di dalam sebuah ajaran ada perintah dan larangannya. Tujuan perintah larangan adalah untuk mendisiplinkan diri agar diri yang sebelumnya “liar” menjadi “jinak”, diri yang sebelumnya memperturutkan keinginan “diri”/ego/keakuan menjadi diri yang bisa menurut dengan diri-Nya/Ego-Nya.
Kenapa diri ini harus manut dengan keinginan atau kehendak-Nya?
Begitu pula manusia. Manusia diciptakan oleh Tuhan dan Manusia ini sudah mengeluarkan buku panduan lengkap, tata cara hidup dan berkelakuan agar dipedomani sebagai arahan hidup mulai o tahun hingga semilyar tahun mendatang.
Beda dengan benda yang “ada”nya begitu sederhana. “Adanya” manusia ini sungguh luar biasa. Manusia diberikan kebijaksanaan untuk menentukan masa depannya sendiri sebelum dia dilahirkan di dunia. Manusia diberi kekuasaan-Nya untuk merancang sendiri dia nantinya akan jadi apa, akan kemana, apa tujuan hidupnya. Ya, karena Tuhan Maha Pemurah, maka manusia dijinkan menjadi insinyur yang bebas merancang dirinya sendiri.
Ruh yang merupakan “manusia sejati” dan “sejatinya manusia” itu, sebelum ada di dunia telah merancang dirinya sendiri dengan menulis di buku kitabnya masing-masing. Tuhan hanya memberikan kata “ACC” dan membubuhkan “stempel” saja. Tuhan pun menekankan bahwa yang berlaku nanti di bumi adalah hukum sebab akibat. Hukum karma, sunatullah atau disebut juga dengan hukum alam.
Jadi, salah bila dikatakan bahwa adanya sial, bencana, bahaya, ketidaksuksesan hidup itu karena Tuhan. Tuhan tidak cawe-cawe sama sekali. Itu murni urusan manusia yang tidak paham dan malah mungkin melanggar pantangan hukum sebab akibat.
Keberhasilan dan kesuksesan adalah akibat dari sebuah sebab. Sebab keberhasilan/kesuksesan adalah kerja keras. Untuk bekerja keras butuh motivasi kerja yang tinggi dan niat yang teguh. Tubuh/Raga yang rajin bergerak mencari rezeki yang halal, asalnya adalah jiwa/batin yang tenang, nyaman dan bahagia.
Kembali ke tema awal. Apa saja tata cara ngelmu sangkan paran? Di dalam khasanah Kejawen, sa'jroning kaweruh “Cipta Brata Manunggal" disebutkan laku yang perlu dijalani:
1. Sabar, tawakal, tekun, dan nrimo
2. Jaga kebersihan lahir batin
3. Olah raga/ROGO
4. Olah nafas/RUH
5. Berpakaian yang pantas dan bersih.
6. Olah cipta, banyak membaca dan menggali ilmu pengetahuan
7. Tidak terlalu banyak bicara. Tidak bicara kotor dan berbicara seperlunya. Bila akan tidur hendaklah instropeksi diri sambil berdoa sebagaimana yang tertera di kalimat pembuka.
Dalam buku “Cipta Brata Manunggal” juga dipaparkan proses tingkat-tingkat manembah/sembah kepada Gusti. Berikut tingkatan itu:
A. SEMBAH RAGA yaitu tapaning badan jasad kita. Tubuh, jasad bergerak atas perintah batin. Batin diperintah oleh dua unsur, baik (nur Ilhiah) dan buruk (nar Iblis). Agar tubuh disiplin, terarah dan terkendali maka perlu dilatih. Tingkatnya adalah syariat. Tubuh tetap melakukan disiplin ibadah.
B. SEMBAHING CIPTA, di Islam dinamai Tarekat, sembahnya hati yang luhur. Untuk mencapai hati luhur perlu kesadaran nalar (logika). Diperlukan olah nalar yang bagus sesuai dengan prinsip-prinsip logika. Tujuan sembah cipta adalah mengerti akan “kasunyatan”. Ilmu pengetahuan harus dikuasai agar memiliki perbandingan baik dan buruk. Kebijaksanaan akan lahir bila kita mampu menekan dan mengendalikan hawa nafsu. Memahami Ilmu Ketuhanan diperlukan syarat berupa cipta yang bersih dari hawa nafsu dan olah nalar yang mumpuni. Ilmu Ketuhanan adalah ilmu yang “sangat halus” yang bisa ditangkap dengan kegigihan memperhalus batin dan mentaati prinsip-prinsip berpikir yang lurus.
Tujuan dari sembah cipta itu mengendalikan dua macam sifat: angkara( yang menimbulkan watak adigang, adigung, adiguna, kumingsun dsb.) dan watak keinginan mengusai akan kepunyaan orang lain (kemelikan-jw). Cipta yang bersih yaitu kalau sudah bisa mengendalikan angkara murka, Tandanya bila cipta sudah “manembah”, yaitu waspada terhadap bisikan jiwa.
Jadi sembah itu intinya melatih cara kerja cipta, dengan cara Tata, Titi, Ngati ati, Telaten, dan Atul. Atul adalah pembiasaan diri agar mendarah daging menjadi kebiasaan dan watak yang akhirnya terbiasa mengetahui sejatinya penglihatan (sejatine tingal) yaitu Pramana, bisa dikatakan sampai kepada jalan sejati, yaitu penglihatan pramana (tingal pramana).
Tanda sudah sempurna sembah cipta adalah berda di dalam kondisi kejiwaan sepi dari pamrih apapun. Seperti tidak ingat apapun itu pertanda sudah sampai batas, yaitu batas antara tipuan dan kenyataan (kacidran lan kasunyatan – jw), jadi sudah ganti jaman, dari jaman tipuan menjadi jaman kenyataan.
Rasa badan ketiga (saka penggorohan maring kasunyatan Rasaning badan tetelu), wadag astral dan mental tadi seketika tidak bekerja. Disitulah lupa, tetapi masih dikuati oleh kesadaran jiwa (elinging jiwa), dan waktu itu menjadi eneng, ening, dan eling. Artinya eneng: diamnya raga, Ening : heningnya cipta, Eling: ingatnya budi rasa yang sejati.
C. SEMBAH JIWA. di Islam dinamai Hakekat. Kalau sudah bisa melaksanakan sembah cipta baru bisa melaksanakan sembah jiwa. Artinya: rasakan dengan menggunakan rasa “kasukman” yang bisa ditemui dalam eneng, ening dan eling tadi. Tandanya adalah semua sembah, panembah batin yang tulus tidak tercampuri oleh rasa lahir sama sekali.
Bila sudah melihat cahaya yang terang tanpa bisa dibayangkan tetapi tidak silau, pertanda telah sampai kepada kekuasaan “kasunyatan”(kesejatian), yang juga disebut Nur Muhamad, yaitu tiada lain Cahaya Pramana sendiri, karena dinamai pramana karena cahayanya yang saling bertautan dengan rasa sejati dan budi, disitu rasa jati dan budi akan berkuasa(jumeneng), sudah sampai kepada kebijaksanaan. Artinya kebijaksanaan merasa sampai mengerti yang melakukan semadi tadi, saling berkaitan tak terpisahkan dengan cahaya yang terang benderang yang tidak bisa dibayangkan.
D. SEMBAH RASA, di Islam dinamai Makrifat. Sembah rasa itu adalah mengalami Rasa Sejati. Inilah rasa manusia yang paling halus, tempat semua rasa dan perasaan dan bisa merasakan perlunya menjadi manusia yang berbudi luhur dan menyadari bahwa dia adalah pribadi yang merupakan Wakil-Nya. Bahkan pada tahap akhir pemahaman makrifat, dia akan “menjadi” Tuhan itu sendiri (Gusti amor ing Kawulo). Rasa hidup adalah rasa Tuhan, rasa Ada, ya diri pribadi, bersatu tanpa batas dengan rasa semua ciptaan Nya. Tanda bila sudah mencapai kasunyatan, sudah hilang ilah-ilah yang lain hingga sampai mencapai TAUHID MURNI. @@@
 
 
 http://wildan-kamal.blogspot.com/p/blog-page.html

ILMU SEJATI

MEMBURU ILMU SEJATI, MENYATAKAN SEJATINE ILMU

Sumber : PADEPOKAN PENGGING : SATRIYA PENGGING

Dumateng poro sATRIYO PININGIT monggo dipun kaweruhi sesareng sejatine ilmu sejati

Salah satu hal yang paling berharga dalam hidup ini adalah ilmu. Ilmu ibarat cahaya penerang. Ilmu laksana kekuatan penjaga, yang menjaga kehidupan kita. Ilmu yang membuat diri kita sanggup membumbung tinggi ke langit.

Dari sekian kategori ilmu, yang patut untuk kita renungkan apakah kita sudah memilikinya atau belum adalah apa yang disebut dengan ilmu sejati. Ilmu ini berkaitan dengan intisari dari hidup kita; ia menjadi penerang bagi mereka yang ingin mengecap kehidupan sejati. Ia juga penuntun jalan untuk menemukan yang Sejati dari Hidup ini.

Apa yang disebut dengan ilmu sejati? Siapakah yang berhak atas ilmu sejati itu? Teks-teks dalam Serat Wedhatama membabarkannya secara gamblang:

Iku kaki takokena, marang para sarjana kang martapi, mring tapaking tepa tulus, kawawa nahen hawa, wruhanira mungguh sanyataning ngelmu, tan mesthi neng jeneng wredha, tuwin mudha sudra kaki.
(Anakku, tanyakan hal itu, kepada para sarjana yang berpengalaman, yang hatinya sudah menunjukkan ketulusan, dan sudah berhasil menahan hawa nafsu. Ketahuilah sesungguhnya ilmu sejati itu tak hanya bisa dimiliki orang tua, tetapi juga bisa dimiliki kaum muda, bahkan sudra)

Sapatuk wahyuning Allah, ya dumilah mangulah ngelmu bangit, bangkit mikat reh mangukut, kukutaning jiwangga, yen mengkono kena sinebut wong sepuh, lire sepuh sepi hawa, awas roroning atunggil.
(Siapapun yang menerima wahyu Ilahi, lalu dapat mencerna dan menguasai ilmu, mampu menguasai ilmu kesempurnaan, yaitu kesempurnaan pribadi, orang yang demikian itu pantas disebut sebagai orang tua, orang yang sudah tidak lagi dikuasai hawa nafsu, dapat menghayati manunggalnya dua keberadaan).

Prinsipnya, ilmu sejati bisa diraih oleh setiap orang yang menghasratinya, tidak muda tidak tua, bangsawan ataupun orang biasa, yang berprofesi sebagai intelektual maupun seorang petani. Dan pertanda keberadaan ilmu ini pada seseorang adalah ketika ia telah menjadi pribadi yang hawa nafsunya sudah tunduk, dan ia menghayati keberadaan dirinya tak lebih sekadar cermin dari Yang Maha Ada. Pemilik ilmu sejati menghayati sepenuhnya makna keberadaan Yang Maha Tunggal dan keberadaan diri kita yang diliputi-Nya, bahwa sesungguhnya Aku ana ing sajroning ingsun, ingsun ana ing sajroning Aku.

Para pemilik sejati adalah sosok yang telah mengenal dirinya karena itu ia juga mengenal Tuhannya. Ia tak lagi silau oleh penampilan luar, juga tak terjebak oleh sesuatu yang artifisial, yang serba kulit. Agama baginya bukan lagi identitas kelompok yang dibangga-banggakan, tetapi lebih sebagai jalan pribadi, jalan sunyi, menuju Ia yang Maha Misteri. Kerendahan hati mewarnai hatinya..karena ia sadar bahwa dirinya tak lebih dari setitik debu dalam lingkup semesta yang luasnya tak terbatas. Tapi pada saat yang sama, kepercayaan diri atau keyakinan akan kemuliaan diri, meresap kuat, karena ia sadar bahwa di dalam dirinya, sebagaimana juga di dalam setiap pribadi, bersemayam secercah Cahaya Yang Maha Ada.

Dan bagaimana cara meraih ilmu sejati? Kita simak teks lain dalam Serat Wedhatama berikut ini:

Ngelmu iku Kalakone kanthi laku Lekase lawan kas Tegese kas nyantosani Setya budaya pangekese dur angkara
(Ilmu (hakekat) itu diraih dengan cara menghayati dalam setiap perbuatan, dimulai dengan kemauan. Artinya, kemauan membangun kesejahteraan terhadap sesama, Teguh membudi daya Menaklukkan semua angkara.)

Ilmu sejati diraih melalui rangkaian tindakan demi tindakan kebajikan, pengalaman demi pengalaman. Ia merupakan anugerah Sang Sumber Illmu, kepada siapapun yang dalam hidupnya, pelayanan kepada sesama menjadi prioritas utama. Ia adalah berkah bagi mereka yang hidupnya didedikasikan bagi kebahagiaan sesama.

Lebih jauh, ilmu sejati diraih dengan jalan lebih dahulu menaklukkan Sang Ego, meleburkan diri ke dalam keberadaan Yang Maha Ada.

Terakhir, apa yang menjadi bukti bahwa seseorang itu memiliki ilmu sejati, bahwa ilmu yang dimilki seseorang itu adalah sejatinya ilmu?

Tentu saja bukan kepandaian berbicara dan cakupan wawasan yang luas, tetapi lebih pada soal kemampuan untuk selalu hening, damai, penuh kasih. Pemilik ilmu sejati, mereka yang ilmunya adalah sejatinya ilmu, menjadi penebar damai di kala dunia dalam kekisruhan, penebar kasih di kala dunia tenggelam dalam kebencian, penebar kesembuhan bagi mereka yang terluka, pembawa cahaya di kala orang senang berada dalam kegelapan. Amin Ya Rabbal Alamin
 
 
 http://wildan-kamal.blogspot.com/