TOTO CORO ILMU SANGKAN PARANING DUMADI
“Ingsun tojalining Dzat Kang Maha Suci, Kang murba amasesa, Kang kuwasa
Angandika Kun Fayakun mandi sakucapingsun, dadi saksiptaningsun,
katurutan sakarsaningsun, kasembadan saksedyaningsun karana saka
Kodratingsun. Ingsun Dzating manungsa sejati, saiki eling besuk ya
eling. Saningmaya araning Muhamad , Sirkumaya araningsun, Sir Dzat dadi
sak sirku, yaiku sejatining manungsa, urip tan kena ing pati,langgeng
tan keno owah gingsir ing kahanan jati, ing donya tumeka jagad langgeng.
Ingsun mertobat lan nalangsa marang Dzat ingsun dewe, regede
badaningsun, gorohe atiningsun, laline uripingsun, salahe
panggaweningsun, ing salawas lawase dosaningsun kabeh sampurna saka
kodratingsun.”
“Ilmu iku kalakone kanthi laku”: ilmu itu terlaksana karena dilakukan di
dalam perbuatan yang nyata. Dalam konteks khasanah falsafah Jawa, kata
“ngelmu” menunjuk pada ajaran hidup menuju kesempurnaan diri pribadi.
Ajaran itu teori dan teori tidak akan membawa manfaat apa-apa bila tidak
dipkraktekkan dalam hidup sehari-hari.
Di dalam sebuah ajaran ada perintah dan larangannya. Tujuan perintah
larangan adalah untuk mendisiplinkan diri agar diri yang sebelumnya
“liar” menjadi “jinak”, diri yang sebelumnya memperturutkan keinginan
“diri”/ego/keakuan menjadi diri yang bisa menurut dengan
diri-Nya/Ego-Nya.
Kenapa diri ini harus manut dengan keinginan atau kehendak-Nya?
Begitu pula manusia. Manusia diciptakan oleh Tuhan dan Manusia ini sudah
mengeluarkan buku panduan lengkap, tata cara hidup dan berkelakuan agar
dipedomani sebagai arahan hidup mulai o tahun hingga semilyar tahun
mendatang.
Beda dengan benda yang “ada”nya begitu sederhana. “Adanya” manusia ini
sungguh luar biasa. Manusia diberikan kebijaksanaan untuk menentukan
masa depannya sendiri sebelum dia dilahirkan di dunia. Manusia diberi
kekuasaan-Nya untuk merancang sendiri dia nantinya akan jadi apa, akan
kemana, apa tujuan hidupnya. Ya, karena Tuhan Maha Pemurah, maka manusia
dijinkan menjadi insinyur yang bebas merancang dirinya sendiri.
Ruh yang merupakan “manusia sejati” dan “sejatinya manusia” itu, sebelum
ada di dunia telah merancang dirinya sendiri dengan menulis di buku
kitabnya masing-masing. Tuhan hanya memberikan kata “ACC” dan
membubuhkan “stempel” saja. Tuhan pun menekankan bahwa yang berlaku
nanti di bumi adalah hukum sebab akibat. Hukum karma, sunatullah atau
disebut juga dengan hukum alam.
Jadi, salah bila dikatakan bahwa adanya sial, bencana, bahaya,
ketidaksuksesan hidup itu karena Tuhan. Tuhan tidak cawe-cawe sama
sekali. Itu murni urusan manusia yang tidak paham dan malah mungkin
melanggar pantangan hukum sebab akibat.
Keberhasilan dan kesuksesan adalah akibat dari sebuah sebab. Sebab
keberhasilan/kesuksesan adalah kerja keras. Untuk bekerja keras butuh
motivasi kerja yang tinggi dan niat yang teguh. Tubuh/Raga yang rajin
bergerak mencari rezeki yang halal, asalnya adalah jiwa/batin yang
tenang, nyaman dan bahagia.
Kembali ke tema awal. Apa saja tata cara ngelmu sangkan paran? Di dalam
khasanah Kejawen, sa'jroning kaweruh “Cipta Brata Manunggal" disebutkan
laku yang perlu dijalani:
1. Sabar, tawakal, tekun, dan nrimo
2. Jaga kebersihan lahir batin
3. Olah raga/ROGO
4. Olah nafas/RUH
5. Berpakaian yang pantas dan bersih.
6. Olah cipta, banyak membaca dan menggali ilmu pengetahuan
7. Tidak terlalu banyak bicara. Tidak bicara kotor dan berbicara
seperlunya. Bila akan tidur hendaklah instropeksi diri sambil berdoa
sebagaimana yang tertera di kalimat pembuka.
Dalam buku “Cipta Brata Manunggal” juga dipaparkan proses tingkat-tingkat manembah/sembah kepada Gusti. Berikut tingkatan itu:
A. SEMBAH RAGA yaitu tapaning badan jasad kita. Tubuh, jasad bergerak
atas perintah batin. Batin diperintah oleh dua unsur, baik (nur Ilhiah)
dan buruk (nar Iblis). Agar tubuh disiplin, terarah dan terkendali maka
perlu dilatih. Tingkatnya adalah syariat. Tubuh tetap melakukan disiplin
ibadah.
B. SEMBAHING CIPTA, di Islam dinamai Tarekat, sembahnya hati yang luhur.
Untuk mencapai hati luhur perlu kesadaran nalar (logika). Diperlukan
olah nalar yang bagus sesuai dengan prinsip-prinsip logika. Tujuan
sembah cipta adalah mengerti akan “kasunyatan”. Ilmu pengetahuan harus
dikuasai agar memiliki perbandingan baik dan buruk. Kebijaksanaan akan
lahir bila kita mampu menekan dan mengendalikan hawa nafsu. Memahami
Ilmu Ketuhanan diperlukan syarat berupa cipta yang bersih dari hawa
nafsu dan olah nalar yang mumpuni. Ilmu Ketuhanan adalah ilmu yang
“sangat halus” yang bisa ditangkap dengan kegigihan memperhalus batin
dan mentaati prinsip-prinsip berpikir yang lurus.
Tujuan dari sembah cipta itu mengendalikan dua macam sifat: angkara(
yang menimbulkan watak adigang, adigung, adiguna, kumingsun dsb.) dan
watak keinginan mengusai akan kepunyaan orang lain (kemelikan-jw). Cipta
yang bersih yaitu kalau sudah bisa mengendalikan angkara murka,
Tandanya bila cipta sudah “manembah”, yaitu waspada terhadap bisikan
jiwa.
Jadi sembah itu intinya melatih cara kerja cipta, dengan cara Tata,
Titi, Ngati ati, Telaten, dan Atul. Atul adalah pembiasaan diri agar
mendarah daging menjadi kebiasaan dan watak yang akhirnya terbiasa
mengetahui sejatinya penglihatan (sejatine tingal) yaitu Pramana, bisa
dikatakan sampai kepada jalan sejati, yaitu penglihatan pramana (tingal
pramana).
Tanda sudah sempurna sembah cipta adalah berda di dalam kondisi kejiwaan
sepi dari pamrih apapun. Seperti tidak ingat apapun itu pertanda sudah
sampai batas, yaitu batas antara tipuan dan kenyataan (kacidran lan
kasunyatan – jw), jadi sudah ganti jaman, dari jaman tipuan menjadi
jaman kenyataan.
Rasa badan ketiga (saka penggorohan maring kasunyatan Rasaning badan
tetelu), wadag astral dan mental tadi seketika tidak bekerja. Disitulah
lupa, tetapi masih dikuati oleh kesadaran jiwa (elinging jiwa), dan
waktu itu menjadi eneng, ening, dan eling. Artinya eneng: diamnya raga,
Ening : heningnya cipta, Eling: ingatnya budi rasa yang sejati.
C. SEMBAH JIWA. di Islam dinamai Hakekat. Kalau sudah bisa melaksanakan
sembah cipta baru bisa melaksanakan sembah jiwa. Artinya: rasakan dengan
menggunakan rasa “kasukman” yang bisa ditemui dalam eneng, ening dan
eling tadi. Tandanya adalah semua sembah, panembah batin yang tulus
tidak tercampuri oleh rasa lahir sama sekali.
Bila sudah melihat cahaya yang terang tanpa bisa dibayangkan tetapi
tidak silau, pertanda telah sampai kepada kekuasaan
“kasunyatan”(kesejatian), yang juga disebut Nur Muhamad, yaitu tiada
lain Cahaya Pramana sendiri, karena dinamai pramana karena cahayanya
yang saling bertautan dengan rasa sejati dan budi, disitu rasa jati dan
budi akan berkuasa(jumeneng), sudah sampai kepada kebijaksanaan. Artinya
kebijaksanaan merasa sampai mengerti yang melakukan semadi tadi, saling
berkaitan tak terpisahkan dengan cahaya yang terang benderang yang
tidak bisa dibayangkan.
D. SEMBAH RASA, di Islam dinamai Makrifat. Sembah rasa itu adalah
mengalami Rasa Sejati. Inilah rasa manusia yang paling halus, tempat
semua rasa dan perasaan dan bisa merasakan perlunya menjadi manusia
yang berbudi luhur dan menyadari bahwa dia adalah pribadi yang merupakan
Wakil-Nya. Bahkan pada tahap akhir pemahaman makrifat, dia akan
“menjadi” Tuhan itu sendiri (Gusti amor ing Kawulo). Rasa hidup adalah
rasa Tuhan, rasa Ada, ya diri pribadi, bersatu tanpa batas dengan rasa
semua ciptaan Nya. Tanda bila sudah mencapai kasunyatan, sudah hilang
ilah-ilah yang lain hingga sampai mencapai TAUHID MURNI. @@@
http://wildan-kamal.blogspot.com/p/blog-page.html